Memasukkan nutrisi ke dalam tubuh kita sangatlah mudah – kita makan. Proses yang terlibat dalam memasukkan nutrisi ke dalam makananlah yang rumit. Tumbuhan adalah sumber makanan bagi manusia, dan sumber makanan bagi hewan, (yang juga makanan manusia). Jadi, tempat di mana tumbuhan tumbuh, yaitu tanah, adalah kunci kesehatan semua makhluk di planet ini. Secara umum kita dapat menentukan kesehatan masyarakat hanya dengan menilai kondisi tanahnya.

Tanah yang baik adalah tanah yang kaya akan berbagai jenis mikrobioma yang hidup di dalamnya. Banyak mikrobioma berarti kaya akan nutrisi sehingga memberikan kesuburan bagi tanah. Peran utama mikrobioma adalah memecah bahan organik menjadi bentuk molekul nutrisi bagi tanaman yang kita makan. Tapi tidak sesederhana itu. Jadi, untuk mendapatkan nilai gizi yang paling tinggi ke dalam makanan, kita memerlukan bantuan komunitas mikrobioma tanah. Mari kita melakukan ekspedisi perjalanan nutrisi!

Mikrobioma, Makhluk apa itu?

Sederhananya, mikrobioma adalah komunitas mikroba — eukariota, arkea, jamur, virus, bakteri — yang bekerja sama baik dengan maupun di dalam lingkungan tertentu. Mereka secara langsung bertanggung jawab atas kesehatan lingkungan tersebut dan cara kerjanya, bekerja sama untuk memberikan manfaat yang dapat membantu organisme menangkal stresor dan penyerang, dan membuatnya lebih tangguh secara keseluruhan; sebaliknya, ketika komposisi mereka berubah, lingkungan mereka juga berubah, dan organisme di dalamnya dapat menderita akibatnya.

Para ilmuwan telah mengetahui keberadaan mikroba selama berabad-abad, tetapi baru-baru ini ada upaya global besar-besaran di berbagai disiplin ilmu untuk memetakan dan mengkarakterisasi berbagai mikrobioma dan mikroba yang menghuninya, dan menganalisis peran masing-masing dan komunal mereka dalam menjaga lingkungan mereka agar berfungsi dengan baik. Kita sekarang mulai memahami bahwa mikrobioma pada dasarnya menjalankan seluruh pertunjukan planet ini: secara umum, menyerap dan melepaskan karbon, mengurai materi mati, dan mengubah berbagai elemen menjadi nutrisi yang kemudian menjadi makanan bagi tumbuhan dan hewan , tentunya paling utama untuk manusia.

Tidak peduli apa atau di mana mikrobioma berada — udara, laut, tubuh kita atau di luar sana — mikroba adalah penerjemah makanan menjadi kesehatan atau, jika rusak, menjadi penyakit. Jika kita mengorbankan penerjemah, kita akan mendapatkan hasil yang salah di ujung yang lain. (Emeran Mayer, seorang ahli gastroenterologi di David Geffen School of Medicine di UCLA dan Penulis Buku “The Gut Immune Connection”)

Ada mikrobioma atmosfer, yang di dalamnya ada organisme bersel tunggal yang mengapung di udara (Caleb Scharf untuk Scientific American). Menurut penelitian Caleb yang telah lebih dari 40 tahun mempelajari mikrobioma laut, sebagian besar  mikrobanya  terdiri atas bakteri, archaea, dan protista seperti alga dan mencakup sekitar 90 persen dari semua kehidupan di bawah laut. Mikrobioma ini juga menghasilkan setengah dari oksigen bumi dan memengaruhi cuaca kita. Perubahan pada mikrobioma laut menyebabkan pemanasan air dan pertumbuhan berlebih dari ganggang berbahaya yang mencekik kehidupan lain.

Lebih jauh, hanya ada beberapa spesies mikroorganisme yang ditemukan di semua tanah, sementara tanah yang lebih kaya dan beragam memiliki spesies yang lebih langka. Tanah yang kaya tersebut diperlukan untuk menghasilkan vegetasi berkualitas tinggi. Namun, di sini, kita akan melihat lebih dekat pada dua bioma dasar dan penting lainnya: bioma yang ada di tanah, dan yang terkait erat dengan bioma yang ada di usus manusia.

Mikrobioma Tanah? Apa Hubungannya dengan Usus Kita?

Para peneliti yang terlibat dalam Earth Microbiome Project telah mempelajari mikrobioma tanah secara terpadu sejak tahun 2010, dan telah membuat berbagai langkah revolusioner dalam menyusun mekanismenya. Misalnya, kita sekarang tahu bahwa sesendok tanah pertanian mengandung 30.000 jenis taksonomi mikroba. Di antaranya terdapat beberapa meter filamen jamur yang mengubah materi mati menjadi biomassa, atau menempel pada akar tanaman untuk meningkatkan penyerapan nutrisi; hingga satu miliar bakteri yang mengubah gas nitrogen menjadi senyawa yang “memberi makan” tanaman dan organisme lain; beberapa lusin nematoda dan beberapa ribu protozoa yang menjaga populasi bakteri tetap terkendali, memineralisasi nutrisi, dan melindungi tanaman dari patogen.

Jika mikrobioma tanah sehat dan seimbang, mikrobioma tersebut secara langsung dan positif memengaruhi kesehatan tanaman yang tumbuh di dalamnya dan melindunginya dari kekeringan atau hama, misalnya. Mikrobioma tersebut dapat mengusir patogen yang mencoba menyerang tanaman, menghasilkan racun untuk membunuh mereka, dan juga memicu tanaman untuk mempertahankan diri. Mikrobioma tersebut juga memiliki fungsi ekosistem penting lainnya; yang paling penting, mikrobioma tersebut bertindak sebagai penyerap karbon, membantu menjaga karbon atmosfer agar tetap terkendali untuk manfaat iklim yang penting.

Human Microbiome Project, bidang studi lintas disiplin berperan penting dalam upaya mengungkap hubungan antara mikrobioma tanah dan mikrobioma usus kita (Ada pula hubungan antara mikrobioma usus manusia dan mikrobioma laut; keduanya memiliki sekitar 73 persen kesamaan mikroba.) Mikrobioma tanah kemungkinan berevolusi bersamaan dengan mikrobioma manusia dan sekitar 39 triliun mikroba menempati hidung dan mulut kita, ketiak dan telapak tangan kita, dan yang terpenting, usus kita — khususnya usus besar kita. Kesehatan kita tidak hanya bergantung pada aktivitas mikroba di usus kita, tetapi juga pada mikroba yang kita konsumsi baik secara langsung (misalnya konsumsi tanah yang tidak disengaja) maupun secara tidak langsung (dalam bentuk tanaman) dari tanah.

Mikroba usus menghasilkan enzim yang membantu kita mencerna makanan dan memecahnya menjadi nutrisi penting, menghasilkan vitamin yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh kita; melindungi kita dari bakteri penyebab penyakit dengan mengatur sistem kekebalan tubuh kita dan mengajarinya cara melawan penyerang; serta menghasilkan senyawa anti-inflamasi. Mikrobioma bersifat unik bagi seseorang, diturunkan dari seorang ibu saat kita lahir (dengan kelahiran normal atau vaginal delivery). Demikian pula, mikrobioma di tanah berbeda dalam komposisi tergantung pada wilayah, jenis tanah, tanaman, dan berbagai faktor lainnya.

Meskipun semua manfaat yang dapat diberikannya sangat besar, mikrobioma tidaklah tak terkalahkan, dan aktivitas manusia telah banyak mengganggunya. Secepat kita mempelajari tentang pentingnya sistem ini, kita juga secara aktif menghancurkannya dengan berbagai praktik yang tidak berkelanjutan. Hal ini memiliki implikasi serius terhadap perubahan iklim dan dampaknya terhadap penyakit, fungsi ekosistem, dan ketahanan pangan.

Praktik pertanian industri memiliki peran yang sangat besar dalam penghancuran mikrobioma tanah. Mengolah tanah melepaskan karbon dan mengganggu serta merusak bakteri, jamur, dan artropoda. Monokultur menyedot nutrisi dari tanah dan mengurangi mikroba bermanfaat yang hidup di dalamnya, yang menyebabkan pertumbuhan tanaman yang lebih buruk dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan penyakit tanaman. Selain itu, monokultur sangat bergantung pada masukan kimia; ini berdampak negatif pada fungsi biologis mikroba, keanekaragaman, komposisi, dan proses biokimianya menurut penelitian multidisiplin dari tahun 2020 yang diterbitkan di Land, yang menyebabkan bahaya serius bagi lingkungan tanah dan kesehatan manusia.

Temuan ini didukung oleh studi baru yang dilakukan oleh Center for Biological Diversity dan mitra lainnya, yang menunjukkan bahwa pestisida meracuni tanah dan semua kehidupan yang didukungnya. Prevalensi efek negatif dalam hasil penelitian ini menggarisbawahi perlunya organisme tanah untuk direpresentasikan dalam setiap analisis risiko pestisida yang berpotensi mencemari tanah dan untuk setiap risiko signifikan yang harus dimitigasi dengan cara yang secara khusus akan mengurangi kerusakan pada organisme tanah yang menopang layanan ekosistem penting.

Ketika mikroba ini menghilang, tanah dan tanamannya akan menderita; dan pada akhirnya juga kesehatan kita, karena kita menerima semakin sedikit jenis organisme kecil ke dalam mikrobioma usus kita; beberapa mikroba ini mungkin benar-benar dalam bahaya kepunahan, dengan dampaknya terhadap kesehatan manusia yang belum sepenuhnya dipahami. Selain itu, pola makan kita menjadi bergantung pada monokultur makanan olahan dan berlemak yang tidak benar-benar “memberi makan” mikroba penghuni kita dan menjaganya tetap seimbang, membuat kita rentan terhadap penyakit seperti obesitas, diabetes, dan kanker usus besar (Emeran Mayer).

Perkaya Mikrobamu!

Selain nutrisi yang kaya, mikrobioma usus kita juga harus beragam agar  dapat efisien mencerna nutrisi tersebut. Setiap individu memiliki komunitas mikroba khas, yang unik seperti sidik jari. Mikroba pada (dan di dalam) makanan kita berkontribusi pada mikrobiota usus kita, meskipun hanya ada di sana untuk waktu yang singkat. Mikrobioma manusia dan tanah memiliki filum bakteri yang sama; Firmicutes, Bacteroidetes, Proteobacteria, dan Actinobacteria. 1 dan ini memang masuk akal karena makanan kita tumbuh di tanah. Mikroba usus manusia memecah makanan kita menjadi molekul-molekul nutrisi yang digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat.  

Untuk dapat mendiversifikasi bioma usus kita harus mengonsumsi makanan yang berasal dari tanah yang kaya dan beragam mikroorganisme serta memiliki kontak langsung dengan tanah yang subur. Meski begitu, mikrobioma usus manusia, yang sangat beragam, hanya sepersepuluh persen dari mikrobioma tanah.

Apa Manfaat Mikroba di Usus?

Sama seperti mikroorganisme tanah, mikroorganisme usus membantu produksi dan daur ulang nutrisi. Mereka membantu memecah makanan kita, lalu mensintesis vitamin yang dibutuhkan tubuh. Keragaman mikroba usus yang lebih rendah telah dikaitkan dengan penyakit radang usus, diabetes, obesitas, penyakit kardiovaskular, penyakit neurologis, dan penyakit gastrointestinal lainnya. Setiap spesies memecah zat tertentu melalui fermentasi yang pada gilirannya membantu memicu proses tubuh lainnya. Zat yang dipecah oleh organisme tidak dapat dicerna oleh tubuh itu sendiri, tetapi tetap saja, perlu didegradasi karena membentuk produk yang penting untuk nutrisi kita seperti gula sederhana dan asam lemak.

Hubungan langsung antara mikroorganisme dan usus manusia ini memberikan bukti adanya koevolusi. Semakin beragam mikrobioma usus, semakin tangguh dan mampu usus (terutama untuk melawan penyakit), serta lebih efisien dalam memecah zat penting. Karena pola makan manusia sangat beragam, banyak zat yang perlu dipecah dan semakin beragam mikroorganisme yang ada, semakin tinggi kemungkinan setiap zat akan dipecah.

Dari Tanah ke Usus: Perjalanan Nutrisi Kita

Sebagian besar vitamin dan nutrisi berasal dari tanah melalui tumbuhan yang kita makan, (dan juga hewan), namun ada beberapa vitamin yang hanya disintesis oleh mikroba, misalnya Vitamin B12. Vitamin B12 adalah zat gizi mikro yang penting untuk fungsi-fungsi vital tubuh, seperti: Pembentukan sel darah merah, Penghantaran impuls oleh sel-sel saraf, Sintesis DNA. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius, seperti gangguan saraf dan anemia megaloblastic. (Sumber : www.hellosehat.com)

Vitamin B12 tidak ditemukan di mana-mana. Daging dan susu hewan ruminansia (sapi) mengandung B12 karena hubungan simbiosis sapi dengan bakteri dan archaea. Vitamin B12 juga melimpah dalam makanan laut karena hubungan simbiosis inang-bakteri.

Sayangnya, mikrobioma usus kita tidak dapat beroperasi secara efisien saat antibiotik dan pestisida lainnya dikonsumsi. Antibiotik bahkan dapat membunuh bakteri baik di usus.

Dari Tanah ke Usus: Imun yang Kuat berasal dari Tanah yang Sehat

Kelahiran normal membuat bayi mandi dengan komunitas mikroba yang kaya akan laktobasilus di jalan lahir dan ASI mendukung pertumbuhan mikroba yang memicu sistem kekebalan tubuh. Evolusi sistem kekebalan tubuh manusia dimulai di dalam rahim saat seorang ibu memberikan antibodi kepada bayinya yang belum lahir.

Seiring pertumbuhan anak-anak, penelitian menunjukkan bahwa saat mereka dibiarkan bermain dalam kontak dekat dengan tanah yang sehat, respons imun mereka akan meningkat, khususnya meningkatkan kekebalan tubuh terhadap asma dan eksim.2

Ada banyak penelitian ilmiah baru seputar peran tanah dalam sistem imun manusia.

Tanah dapat mengandung organisme patogen. Di tanah yang sehat, organisme ini dikendalikan oleh mikroorganisme yang bermanfaat (seperti halnya dalam mikrobioma usus yang sehat). Ada penelitian menarik yang menunjukkan bahwa tidak hanya mikroba komensal tetapi juga patogen tanah berpotensi berkontribusi terhadap toleransi imun manusia dengan merangsang jalur imunoregulasi.3

Penyakit yang ditularkan melalui tanah berdampak paling besar pada orang yang mengalami imunosupresi.

Dr. Zach Bush, seorang dokter di Amerika Serikat berpendapat bahwa ‘kesehatan mikrobioma tanah kita adalah satu-satunya faktor paling ampuh yang menentukan seberapa sehat atau tidak sehatnya kita’. Penelitiannya menyoroti korelasi positif antara kesehatan tanah dan kesehatan manusia.

Kesehatan mikrobioma ditentukan oleh keanekaragaman dan kelimpahan mikroorganisme. Semakin besar keanekaragamannya, semakin tangguh dan tahan terhadap penyakit.

Di dalam tanah, kuantitas dan keanekaragaman mikroorganisme, khususnya bakteri dan jamur, memengaruhi kesehatan tanaman. Mikroorganisme ini melindungi tanaman dari patogen, mengubah nutrisi anorganik dalam partikel tanah menjadi nutrisi organik yang cocok untuk tanaman, dan memainkan peran penting dalam struktur tanah yang sangat penting. Struktur tanah yang baik memberikan manfaat ekosistem berupa penyimpanan air dan penyerapan karbon.

Penggunaan pupuk kimia, fungisida, herbisida, dan pestisida pada pertanian modern disertai kegagalan dalam menambahkan cukup bahan organik dan pengolahan tanah yang berat merusak mikrobioma tanah yang penting bagi kesehatan tanaman.

Penelitian telah menunjukkan bahwa tanaman yang tumbuh dalam sistem pertanian regeneratif dengan tanah yang diairi dengan baik, kaya humus, dan penuh dengan kehidupan mikroba memiliki kadar vitamin C, zat besi, magnesium, dan fosfor yang jauh lebih tinggi daripada varietas makanan yang sama yang ditanam menggunakan bahan kimia dan pupuk buatan. Makanan yang ditanam dalam sistem pertanian regeneratif juga menyediakan kadar beberapa fitokimia antioksidan penting yang lebih tinggi.4

Tanah yang Sehat = Usus yang Sehat = Tubuh yang Sehat

Dalam usus manusia, jumlah dan keanekaragaman mikroorganisme, terutama bakteri, merupakan faktor kunci dalam menentukan kesehatan inang. Bakteri melakukan banyak tugas penting termasuk; memengaruhi fungsi metabolisme, melindungi dari infeksi oportunistik, membantu mengembangkan dan mengatur sistem kekebalan tubuh, memproduksi neurotransmitter yang memengaruhi fungsi dan perilaku neurologis, mensintesis vitamin B dan vitamin K, serta meningkatkan penyerapan mineral, mengubah serat menjadi asam lemak rantai pendek yang menyediakan energi untuk otot, ginjal, jantung, dan otak.

Mikrobioma usus yang sangat beragam dengan spesies kunci yang utuh (yang memberikan pengaruh besar pada struktur mikrobioma) dikaitkan dengan kesehatan usus yang optimal5 dan risiko penyakit kronis yang lebih rendah seperti diabetes tipe 2, obesitas, penurunan kognitif, penyakit Parkinson, dan depresi.

Gaya hidup Barat telah memengaruhi kompleksitas mikroba dalam usus secara negatif. Secara khusus, pola makan yang tinggi karbohidrat olahan dan gula berdampak buruk pada mikrobioma usus. Pola makan Barat kekurangan serat yang berfungsi sebagai prebiotik yang memperkuat populasi bakteri yang bermanfaat.

Analisis komparatif mikrobiota usus para pemburu-pengumpul dengan mikrobiota usus dari populasi industri yang sudah termodernisasi juga mulai menghasilkan wawasan penting mengenai korelasi antara tanah dan kesehatan manusia.6

Keragaman mikroba dalam kelompok industri jauh di bawah kelompok Hadza, serta komunitas pertanian pedesaan lainnya di Burkina Faso, Malawi, dan Afrika Selatan.

Dr. Martin Blaser, direktur Program Bioma Manusia di Universitas New York, memperingatkan penurunan mikroba usus akan menyebabkan peningkatan berkelanjutan pada penyakit autoimun seperti asma, artritis reumatoid, penyakit radang usus; dan epidemi obesitas dan penyakit metabolik yang berkelanjutan.

Pola makan yang mendukung kesehatan manusia juga mendukung kesehatan tanah, hewan, dan lingkungan yang lebih luas. Semuanya saling terkait erat dan saling bergantung.7

Memahami hubungan antara tanah dan kesehatan usus serta memperhatikan apa yang kita makan dan bagaimana kita memproduksi makanan adalah rencana perawatan kesehatan yang utama.

Kesehatan Usus Bergantung Pada Kesehatan Tanah.

Usus manusia adalah tempat tinggal bagi triliunan mikroorganisme yang hidup di dalam usus, mereka terdiri dari bakteri, jamur, dan mikroorganisme lainnya (virus juga termasuk) yang berperan penting bagi kehidupan manusia. Kehidupan kita tergantung mereka dan kehidupan mereka tergantung apa yang kita makan, dan bagaimana kita perperilaku terhadap alam. Sebagian orang mengira bahwa tugas mikroba hanyalah membantu memecah makanan dan nutrisi yang kita konsumsi, padahal fungsi mereka sangat vital bagi manusia. Mungkin terdengar mengerikan mendengar bahwa ada sekitar 10 hingga 100 triliun mikroorganisme, (sebagian besar adalah bakteri) yang hidup di dalam usus kita. Mikroorganisme ini sangat penting bagi kehidupan manusia, yang memengaruhi imunitas (kekebalan), metabolisme, dan kesehatan manusia secara umum.

Tanah, seperti halnya usus, adalah bioma yang mengandung mikroorganismenya sendiri yang membuat tanah menjadi kaya dan menjadi kunci bagi kehidupan manusia dalam ekosistem ini. Sangat tepat bila kesehatan mikrobioma tanah dikaitkan dengan kesehatan mikrobioma usus manusia.

Secara umum, semakin banyak keragaman mikroorganisme, semakin baik. Bioma usus yang sehat berarti memiliki kelompok mikroorganisme yang beragam yang berinteraksi untuk memecah makanan dan menghasilkan gas esensial dan bahan bakar energi. Mikroorganisme dalam bioma usus terdiri dari dua kelompok: autokton – berasal dari usus/sudah ada- dan alokton – yang berasal dari sumber luar. Rata-rata, individu seharusnya memiliki mikrobioma yang sangat berbeda dan beragam dibandingkan dengan individu lain, terutama saat mereka menua dan mengonsumsi lebih banyak hal yang membantu mendiversifikasi mikrobioma mereka. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa hal ini semakin jarang terjadi.

Mengapa?

Karena memperkaya diri sendiri menjadi lebih menarik daripada memikirkan kesehatan orang lain

Mikrobioma Usus Berubah Karena Gaya Hidup yang Semakin Jauh dari Alam

Lingkungan hidup manusia sekarang semakin jauh dari tanah. Padahal, nenek moyang kita berhubungan dekat dengan tanah, karena gaya hidup mereka, yaitu bertani dan beternak hewan sehingga mereka memiliki keragaman mikroba yang tinggi. Pada masa pra-industri, pertanian berskala kecil mendominasi dan sebagian besar orang bekerja di sektor pertanian, penggembala atau pemburu pengumpul, sehingga gaya hidup mereka bersentuhan langsung dengan alam.

Kini penelitian mendokumentasikan bahwa anak-anak yang mengalami kontak awal dengan lingkungan yang dianggap “kurang higienis” seperti alam bebas cenderung tidak mudah terserang penyakit autoimun. Hal ini didukung oleh ‘hipotesis’, yang menunjukkan bahwa lingkungan dengan keanekaragaman mikroba yang tinggi melindungi dari alergi dan gangguan autoimun. Tidak bosan kukatakan bahwa mikrobioma tanah berhubungan erat dan memengaruhi mikrobioma usus, dan mikrobioma usus sangat memengaruhi kesehatan manusia. Tidak hanya pada manusia, hewan yang hidup bebas pun memiliki mikroba yang lebih beragam dibandingkan hewan kebun binantang.

Selain itu kebutuhan akan perumahan mendorong urbanisasi. Lebih dari 50% populasi dunia tinggal di kota, yang diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar dua pertiga pada tahun 2050. Urbanisasi global yang sedang berlangsung telah menyebabkan hilangnya kontak dengan lingkungan alam. Tidak hanya itu, meningkatnya sanitasi dan penggunaan antibiotik, pestisida, dan hormon telah menguras kekayaan mikrobiota usus.

Sebuah studi terkini oleh Blum dan rekan-rekannya (2019) menyebutkan bahwa sejak era industri, bioma usus manusia dan bioma tanah telah mengalami perubahan drastis dan terus berubah, tidak semuanya menjadi lebih baik. Sebelum munculnya pertanian, manusia memiliki lebih banyak kontak dengan tanah dan secara umum memiliki kebersihan yang lebih buruk, yang semuanya membantu menciptakan mikrobioma yang sangat beragam di usus. Saat ini, kebanyakan orang di seluruh dunia jauh lebih higienis, memiliki lebih sedikit kontak dengan tanah, dan memiliki akses ke antibiotik.

Gambar 1 yang juga menunjukkan peningkatan kompleksitas hubungan yang terjadi sejak era industri.

Mikrobioma Usus Berubah Karena Pola Makan Modern dan Instan

Pola makan kita lebih banyak berasal dari makanan olahan UHP (Ultra High Processed Food) yang lebih kaya gula dan lemak, serta sedikit sekali mengandung serat. Produk pertanian yang diolah dan diproses dengan teknologi tinggi dapat membuat mikroba bermanfaat tereliminasi sehingga efek pada metabolit sekunder menjadi hilang. Makanan olahan yang tinggi gula dan lemak juga menurunkan keanekaragaman mikrobioma usus.Hal ini sering kali mengakibatkan lingkaran setan karena mikroba yang berkembang biak di saluran pencernaan berada di bawah tekanan selektif untuk memanipulasi perilaku makan inang dan dapat menimbulkan keinginan untuk makan makanan tidak sehat.

Perubahan gaya hidup manusia juga mencakup beberapa operasi pasca panen sebelum konsumsi. Operasi ini meliputi pembersihan, penggilingan, pemisahan, pencampuran, pengeringan/hidrasi, pemanasan, pendispersian, pengemasan, penyimpanan, distribusi, transportasi dan lainnya. Selain itu, untuk mengawetkan makanan agar dapat diangkut, disimpan, dan didistribusikan dalam waktu lama, makanan sering kali disterilkan sehingga zat hidup (enzim, mineral, vitamin, dan serat) yang terkandung secara alami menjadi rusak atau hilang.

Padahal dengan mempertahankan keanekaragaman hayati tanah, khususnya mikroba simbiotik, tindakan pengawetan makanan dapat dikurangi. Mikroba tanah terbukti bermanfaat mengurangi risiko hama dan risiko penyakit . Selain itu simbion akar dapat meningkatkan kualitas gizi makanan/tanaman, termasuk vitamin, kandungan mineral (makro dan mikro), dan antioksidan, bersama dengan metabolit tanaman sekunder lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Bagaimanapun, asupan beragam produk pertanian yang kaya serat dari tanah yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi merangsang produksi metabolit sekunder sehingga memengaruhi usus secara positif.

Obat-obatan juga memengaruhi mikrobioma usus. Peningkatan asupan antibiotik medis serta peningkatan konsumsi daging telah menyebabkan peningkatan jumlah bakteri dan gen yang resistan terhadap antibiotik dan telah menyebabkan masalah lingkungan yang serius. Antibiotik tidak hanya menghilangkan patogen tetapi juga mikroba bermanfaat yang menghuni tubuh manusia, sehingga secara dramatis mengubah komposisi mikroba usus. Usus adalah habitat bagi mikroba dengan kepadatan populasi yang tinggi. Dalam konteks ini, konsumsi tanaman yang dimodifikasi secara genetik juga harus dipertimbangkan dengan hati-hati, karena gen yang dimodifikasi dapat ditransfer melalui bakteri ke rizosfer kemudian usus.

Petunjuk Makan untuk Menyenangkan Mikroba

  • Makanan yang berasal dari sistem pertanian regeneratif (konservasi, biodinamik, organik, agroekologi) adalah yang terbaik. Sistem pertanian regeneratif memelihara tanah dan menghasilkan makanan bergizi sambil menyimpan karbon dan meningkatkan kualitas air dan udara.
  • Makanlah berbagai macam tanaman musiman. Mikrobioma usus kita menyukai tanaman dan tahu cara memanfaatkan serat dan fitonutrien untuk memberi manfaat kesehatan bagi kita. Polifenol merupakan jenis fitonutrien penting yang ditemukan dalam berbagai makanan nabati termasuk bawang, kubis merah, apel, strawberry, dan biji-bijian. Polifenol memberi makan bakteri baik di usus besar, mengubahnya menjadi metabolit yang meningkatkan kesehatan. Polifenol mendorong pertumbuhan bakteri baik dan menekan patogen.
  • Makan lebih banyak serat; buah segar, sayur, dan kacang-kacangan semuanya menyediakan serat yang meningkatkan keragaman mikroba.
  • Makan makanan yang difermentasi dan dikultur secara tradisional seperti sayur fermentasi, susu, dan kacang-kacangan. Proses fermentasi menghasilkan bakteri usus yang bermanfaat.
  • Hindari makanan olahan, karbohidrat olahan, dan batasi gula. Makanan ini miskin nutrisi dan menghambat pertumbuhan mikroba usus yang bermanfaat.

Mikrobioma Usus Berubah Karena Praktik Pertanian Intensif

Meningkatnya populasi global meningkatkan kebutuhan pangan sehingga memaksa praktik pertanian yang semakin intensif. Meningkatnya industrialisasi pertanian mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati tanah.

Pola makan manusia di era industri telah bergeser dari berbagai spesies tanaman yang sebagian besar musiman dan diproduksi secara lokal menjadi beberapa varietas unggul. Bersamaan dengan meningkatnya penanaman monokultur, penggunaan pestisida dan pupuk sintetis semakin mengurangi keanekaragaman hayati tanah.

Berbeda dengan pertanian tradisional yang dilakukan petani kecil, pertanian skala besar, yang umum di banyak negara industri, melakukan praktik pertanian intensif, seperti penanaman monokultur beberapa spesies tanaman untuk mengoptimalkan hasil panen. Hal ini telah mengurangi keragaman makanan bagi manusia dan juga meningkatkan potensi ancaman melalui kontaminan akibat penggunaan bahan kimia pertanian.

Banyak petani di AS bagian Barat Tengah menggunakan rotasi tanaman dengan 2 jenis tanaman, jagung dan kedelai. Itu berarti hanya ada 2 jenis akar tanaman di ladang tersebut, yang tidak cukup untuk menciptakan keragaman mikroba yang diperlukan untuk makanan sehat.

Dengan kata lain, tanah yang digunakan untuk produksi tanaman memiliki keanekaragaman mikroorganisme yang lebih sedikit dan jauh berbeda dibandingkan dengan “tanah liar” yang belum tersentuh, atau tanah yang sudah ada sebelum revolusi industri. Berkurangnya keanekaragaman hayati mikrobioma tanah pada gilirannya memengaruhi kualitas dan kesehatan tanaman yang ditanam sebagai makanan bagi manusia dan ternak.

Pertanian Konvensional Justru Berdampak Buruk pada Usus

Meskipun produk pertanian segar tetap kaya akan nutrisi, terkadang mereka pun dapat mengandung zat yang membahayakan kesehatan kita. Ketika herbisida, pestisida, dan fungisida disemprotkan pada tanaman, hama dan organisme penyebab penyakit hancur. Sayangnya, ini berarti mikrobioma tanah juga ikut hancur. Lebih jauh lagi, dampak residu kimia menjangkau lebih jauh dari sekadar tanah dan tanaman. Residu kimia juga berdampak pada mikrobioma usus orang-orang yang memakan tanaman, baik manusia maupun hewan.

Pestisida sintetis adalah antibiotik, dan disemprotkan ke lahan pertanian beberapa kali selama musim tanam. Seberapa sering pun kita mencuci buah dan sayuran yang dibeli di toko, pestisida yang tersisa akan tetap ada.

Tidak Perlu Pestisida, Antibiotik secara alami terdapat di dalam tanah.8

Antibiotik diproduksi oleh bakteri, jamur, dan sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme lain. Jumlah antibiotik yang diproduksi oleh mikroorganisme bahkan tidak dapat diukur dibandingkan dengan jumlah antibiotik sintetis yang disemprotkan ke lahan.

Di kebun, bahan kimia sintetis disemprotkan pada awal musim semi sebelum kuncup pecah, saat buah mulai terbentuk, dan dalam interval 14 hari. Bahan kimia yang tersisa di bagian luar buah dapat dibersihkan, tetapi bagaimana dengan bahan kimia yang ada di dalam buah? Buah tidak memiliki kulit yang kedap air dan beberapa pestisida sintetis bahkan diformulasikan agar dapat diserap oleh daging buah untuk pengendalian hama.9

USDA menguji buah-buahan dan sayur-sayuran untuk mengetahui residu pestisida. Kelompok Kerja Lingkungan menerbitkan daftar “Dirty Dozen.” Buah-buahan dan sayur-sayuran dengan residu pestisida terbanyak.

Dampak residu tersebut pada mikrobioma usus kita serupa dengan dampaknya pada mikrobioma tanah. EPA menetapkan toleransi untuk potensi residu kimia pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Menurut USDA, laporan tahunan pengujian buah-buahan dan sayur-sayuran menunjukkan…

“…bahwa hampir 99 persen dari hampir 10.000 sampel makanan segar, beku, dan olahan memiliki residu pestisida di bawah tingkat yang ditetapkan oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA).

Meskipun jumlah residu yang kita konsumsi pada waktu tertentu mungkin kecil, jumlah bahan kimia tersebut cukup untuk membunuh hama serangga. Bagaimana pengaruhnya terhadap mikroba dalam usus kita, yang bersifat mikroskopis?

Pertanian organik adalah salah satu jawabannya. Yang lainnya adalah pertanian regeneratif.

Pertanian Regeneratif Menghasilkan Tanah yang Sehat

Mempertahankan mikrobioma tanah yang beragam diperlukan untuk menanam makanan yang sehat. Prinsip-prinsip pertanian regeneratif mendukung apa yang selama ini diketahui oleh para petani tradisional di seluruh dunia. Bertani dengan alam, bukan melawannya, mencakup praktik-praktik berikut:

  • Lindungi lapisan tanah atas dengan tanaman penutup 365 hari setahun
  • Ganggu tanah sesedikit mungkin dengan pengolahan tanah konservasi atau tanpa pengolahan tanah
  • Rotasi tanaman dengan setidaknya 5 tanaman untuk menciptakan keragaman di atas dan di bawah tanah
  • Siram dengan bijak, air (sebisa mungkin bukan air ledeng yang kaya kaporit) menjadi komoditas yang berharga
  • Batasi penggunaan bahan kimia, baik sintetis maupun alami
  • Daur ulang kompos yang sudah jadi kembali ke ladang untuk melengkapi siklus nutrisi
  • Gabungkan ternak dalam rotasi tanaman, sertakan rumput campuran dan padang rumput herba dalam rotasi untuk fiksasi nitrogen dan pakan ternak

Ada banyak bukti bahwa mikrobioma tanah yang beragam berperan dalam makanan dengan profil nutrisi yang tinggi. Jadi, mengikuti praktik pertanian regeneratif masuk akal untuk kesehatan usus manusia.

Rotasi dengan banyak tanaman yang berbeda, termasuk tanaman penutup di antara barisan tanaman komersial, meningkatkan mikroorganisme tanah. Mikrobioma tanah yang beragam memiliki dampak langsung pada tanaman. Komunitas mikroba yang kuat menghalangi patogen di tanah dan hama pada daun dan buah. Mikroba ada di mana-mana dan melindungi tanaman dengan tidak menyisakan ruang bagi patogen atau memberi sinyal pada tanaman untuk mengaktifkan pertahanannya terhadap patogen.

Terjadi pertikaian terus-menerus antara mikroorganisme yang bermanfaat dan patogen. Di tanah yang sehat, mikroorganisme yang bermanfaat menang. Pertikaian yang sama terjadi pada mikrobioma usus manusia.

Tanah dan Mikroba

Lapisan tanah yang menjadi tempat tinggal bagi semua mikroorganisme ini adalah rizosfer (lapisan tanah atas). Rizosfer yang sehat dan kaya bergantung pada beberapa faktor: jenis tanah, ketersediaan air, endapan mineral, genotipe tanaman (diversifikasi tanaman juga membantu mendiversifikasi mikroba tanah), dan banyak lagi.

Di alam ini semua siklusnya saling terhubung, bahkan feses makhluk hidup sekalipun. Pupuk kandang ternak yang tidak diberi obat, misalnya, dalam pertanian organik, dapat memberikan efek menguntungkan yang mengimbangi dengan memasukkan kembali mikrobiota usus ke dalam ekosistem mikroba tanah.

Oleh karena itu, sayuran yang ditanam secara organik menunjukkan keanekaragaman hayati endofit dan epifit mikroba yang lebih tinggi daripada yang ditanam secara konvensional . Sebuah meta-studi terbaru tentang tanah pertanian telah menunjukkan bahwa pertanian organik merupakan sarana untuk meningkatkan kelimpahan dan aktivitas mikroba tanah.

Namun tanaman yang ditanam melalui pertanian organik sekarang memiliki nilai gizi yang lebih rendah daripada sepuluh tahun yang lalu karena kita membudidayakan tanaman untuk masa simpan dan kemudahan pengiriman, bukan gizi. Akibatnya, kita kehilangan sejumlah imunosupresan, antikanker, dan sifat antiperadangan dari makanan.

Beberapa teknik budidaya tanaman yang umum saat ini mengurangi dan mengancam keragaman mikrobioma tanah dan dengan demikian kesehatan tanah. Teknik-teknik tersebut meliputi pembalikan tanah secara teratur untuk gulma dan hama guna mempersiapkannya untuk penyemaian (pengolahan tanah) dan budidaya hidroponik, yang merupakan tempat tanaman ditanam dalam larutan cair yang kaya nutrisi daripada tanah. Bersama-sama, mikrobioma tanah tidak hanya menjadi kurang beragam tetapi juga menyebabkan erosi tanah. Hal ini sangat memprihatinkan karena hanya 5%-7% dari seluruh daratan di bumi yang merupakan lapisan tanah atas. Hilangnya mikroorganisme dan lapisan tanah atas merupakan dampak yang tidak dapat dikembalikan dan akan memperburuk masalah global seperti mempertahankan cukup makanan untuk memberi makan populasi.

Singkatnya, penurunan keanekaragaman hayati tanah memiliki kaitan langsung dengan konsumsi vegetasi yang kekurangan nutrisi, yang berkontribusi pada mikrobioma usus manusia yang kurang beragam, serta penurunan efisiensi ekosistem tanah. Jika kesehatan tanah menurun, maka ekosistem yang tumbuh subur dan bergantung padanya pun akan menurun.

Apa yang Dilakukan Mikroba di Dalam Tanah?

Di dalam tanah, mikroba menentukan kesehatan dan pertumbuhan tanaman. Mikroorganisme tanah secara umum memiliki tujuan yang sama dengan mikroorganisme usus, yaitu: memecah nutrisi penting, membantu pertumbuhan dan nutrisi, serta membantu ketahanan terhadap penyakit. Tanah memiliki kontak langsung dengan akar tanaman yang merupakan salah satu cara utama tanaman memperoleh nutrisi dan menjaga kesehatannya.

Mikroorganisme tanah berfungsi dalam fiksasi nitrogen, pelarutan fosfor, dan penekanan patogen dan penyakit yang dapat bersentuhan dengan akar tanaman. Mikroorganisme membantu memberi makan tanaman serta melindungi tanaman dari stres akibat faktor biotik dan abiotik (misalnya, virus dan cuaca). Mikroorganisme juga membantu perkecambahan benih. Konsep yang sama berlaku untuk keragaman mikroorganisme di dalam tanah seperti di dalam usus; semakin banyak keragaman, semakin tinggi kemungkinan tanaman akan mendapatkan nutrisi dan perlindungan yang tepat.

Baik mikroba akar maupun usus mensintesis asam amino esensial. Mikroba tanah yang bermanfaat di dalam dan pada akar maupun pucuk tanaman meningkatkan ketahanan tanaman terhadap herbivora, serangga hama, dan patogen. Mereka juga meningkatkan efisiensi penggunaan nutrisi pada buah dan biji, sehingga menciptakan profil nutrisi yang lebih tinggi.

Mari Bersahabat dengan Mikroba

Tentu saja, kembali menjalani gaya hidup sebelum revolusi industri atau bermain di tanah dan tinja bukanlah cara yang tepat untuk meningkatkan keragaman mikroba kita. Karena mikrobioma tanah dan mikrobioma usus semakin banyak dieksplorasi, ada beberapa solusi potensial untuk menjaga kesehatan mikrobioma tanah. Solusi potensial ini termasuk melakukan hal yang sebaliknya dari penyebab penurunan keragaman mikro. Ini termasuk pertanian organik dengan manajemen minimum, tingkat pengolahan tanah minimum, rotasi tanaman strategis, diversifikasi pertumbuhan tanaman, dan lainnya. Penggunaan pupuk hijau juga terbukti bermanfaat, yaitu tanaman yang tumbuh cepat yang menutupi tanah yang mencegah erosi tanah dan membantu mengembalikan nutrisi berharga ke dalam tanah.

Mengurangi ancaman ini dan memperkaya tanah dengan keanekaragaman hayatinya dapat membantu ketahanan tanaman, yang berarti lebih sedikit kehilangan hasil produksi vegetasi, serta meningkatkan kualitas tanaman yang diproduksi baik untuk konsumsi manusia maupun ternak serta tanaman obat. Keuntungan dari menjaga dan meningkatkan keanekaragaman hayati tanah dapat mengalir ke banyak faktor yang memengaruhi dunia di sekitar kita, seperti hasil produksi pangan yang lebih baik untuk membantu ketahanan pangan global, meningkatkan kesehatan usus individu untuk mengurangi risiko penyakit, memperbanyak tanaman berkualitas yang tangguh dan kaya nutrisi, dan banyak lagi.

Sumber:

Blum W, Bolenstern SZ, Keiblinger KM. (2019). Does Soil Contribute to the Human Gut Microbiome. Jurnal 7(9): 287.doi: 10.3390/microorganisms7090287 [Internet]. Diakses pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6780873/

Evstafyeva L. 2022. Soil and the Human Gut Biome: The Are More Related Than You Think. [Internet]. Diakses pada 18 Oktober 2024. Tersedia pada : https://blogs.charleston.edu/partythyme/2022/11/28/soil-and-the-human-gut-biome-they-are-more-related-than-you-think/

Lambert D. Unearthing The Relationship Between Soil and Gut Health. [Internet]. Diakses pada 18 Oktober 2024. https://www.nutritank.com/unearthing-the-relationship-between-soil-and-gut-health

Nargi L. 2021. The Connection Between Soil Microbiomes and Gut Microbiomes. Diakses pada Oktober 2024. https://foodprint.org/blog/soil-microbiomes/

Soil Health Institute. 2019. Connections Between Soil Health and Human Health. [Internet]. Diakses pada Oktober 2024. https://soilhealthinstitute.org/our-work/initiatives/connections-between-soil-health-and-human-health/

Tasnim N, Abulizi N, Pither J, Hart MM, Gibson DL. 2017. Linking The Gut Microbial Ecosystem With The Environment: Does Gut Health Depend on Where We Live?. https://doi.org/10.3389/fmicb.2017.01935 [Internet]. Diakses pada: https://www.frontiersin.org/journals/microbiology/articles/10.3389/fmicb.2017.01935/full

The Connection Between Soil Health and Gut Health. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2024. Tersedia pada:https://rogitex.com/blogs/soil-for-humanity/the-connection-between-soil-health-gut-health?srsltid=AfmBOorfy4UBXVEN0cIOewbzpx-ZV_lOMv3NxvZOC94PahoJH63EQ_Kh

Lambert D.  Unearthing the relationship between soil and gut health. [Internet]. Diakses pada 6 Oktober 2024. Tersedia pada: https://www.nutritank.com/unearthing-the-relationship-between-soil-and-gut-health

  1. Hirt H. 2020. Healthy soils for healthy plants for healthy humans: How beneficial microbes in the soil, food and gut are interconnected and how agriculture can contribute to human health. EMBO Rep. 2020 Jul 31;21(8):e51069. doi: 10.15252/embr.202051069. [Internet]. Diakses pada: 20 Oktober 2024. Tersedia pada: https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7403703/ ↩︎
  2. Nishat Tasnim N, Abulizi N, Pither J,  M. Hart M.M, Gibson D.L. (2017). Linking the Gut Microbial Ecosystem with the Environment: Does Gut Health Depend on Where We Live?. Journal Microbial Immunology Volume 8 – 2017 | https://doi.org/10.3389/fmicb.2017.01935. [Internet]. Diakses pada 25 Oktober 2024. Tersedia pada: https://www.frontiersin.org/journals/microbiology/articles/10.3389/fmicb.2017.01935/full ↩︎
  3. Wall D H, Nielsen U N ,Six J. (2015). Soil Biodiversity and Human Health. Nature volume 528, Halaman 69–76. [Internet]. Diakses pada 25 Oktober 2024. Tersedia pada: https://www.nature.com/articles/nature15744 ↩︎
  4. https://bit.ly/46FZcXs Barański M, Średnicka-Tober D, Volakakis N, Seal C, Sanderson R,Stewart G B, Benbrook C, Biavati B, Markellou E, Giotis C, Gromadzka-Ostrowska J, Rembiałkowska E, Skwarło-Sońta K, Tahvonen R, Janovská D, Niggli U, Philippe Nicot, Carlo Leifert. (2014). Journal of Nutrition. Higher antioxidant and lower cadmium concentrations and lower incidence of pesticide residues in organically grown crops: a systematic literature review and meta-analyses. Published online by Cambridge University Press. [Internet]. Diakses pada 25 Oktober 2024. Tersedia pada: https://www.cambridge.org/core/journals/british-journal-of-nutrition/article/higher-antioxidant-and-lower-cadmium-concentrations-and-lower-incidence-of-pesticide-residues-in-organically-grown-crops-a-systematic-literature-review-and-metaanalyses/33F09637EAE6C4ED119E0C4BFFE2D5B1# ↩︎
  5. Héloïse T, Claus S P,Saleh M. (2021). Next Generation Microbiome Research: Identification of Keystone Species in the Metabolic Regulation of Host-Gut Microbiota Interplay. Journal Molecular and Cellular Pathology Volume 9 – 2021 | https://doi.org/10.3389/fcell.2021.719072. [Internet]. Diakses pada 25 Oktober 2024. Tersedia pada: https://www.frontiersin.org/journals/cell-and-developmental-biology/articles/10.3389/fcell.2021.719072/full ↩︎
  6. Schnorr S.L. (2015). Hunter–Gatherers Have Diverse Gut Microbes: The Hadza of Tanzania offer a snapshot of the co-adaptive capacity of the gut ecosystem. [Internet]. diakses pada 25 Oktober 2024. Tersedia pada: https://www.scientificamerican.com/article/hunter-gatherers-have-diverse-gut-microbes/ ↩︎
  7. Banerjee S, Van der Heijden Marcel G.A. (2023). Soil Microbiomes and One Health. Nature Reviews Microbiology volume 21, pages 6–20. [Internet] Tersedia pada: https://www.nature.com/articles/s41579-022-00779-w ↩︎
  8. Collins F. (2018). Powerful Antibiotics Found in Dirt. [Internet]. Tersedia pada: https://directorsblog.nih.gov/2018/02/20/powerful-antibiotics-found-in-dirt/ ↩︎
  9. Rabin RC. 2017. Do Pesticides Get Into the Flesh of Fruits and Vegetables?. [Internet]. Diakses pada 25 Oktober 2024. Tersedia pada: https://www.nytimes.com/2017/11/10/well/eat/do-pesticides-get-into-the-flesh-of-fruits-and-vegetables.html ↩︎

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *