Sumber Gambar : https://nasional.tempo.co/read/794853/separuh-lahan-pertanian-di-brebes-rusak-akibat-pestisida

Opening: Energi Kehidupan dalam Hasil Panen – dirangkum dari salah satu sub-bab buku The Miracle of Enzyme- karya Hiromi Shinya

Saat menanam tanaman pertanian, bahan-bahan kimia pertanian sering digunakan untuk mencegah kerusakan tanaman yang disebabkan oleh serangga perusak. Namun ‘serangga perusak’ hanyalah istilah yang diciptakan oleh manusia. Dalam dunia almai, tidak ada serangga yang menyebabkan kerusakan.

Manusia tidak suka jika serangga hinggap pada tanaman pertanian mereka. Kenyataannya, serangga justru menambahkan suatu nutrisi tertentu pada tanaman saat mereka hinggap di atasnya. Nutrisi tersebut adlaha kitis-kitosan.

Kitis-kitosan terdpaat pada kulit kepiting dan udang. tetapi cangkang keras yang melindungi tubuh serangga juga terbentuk dari kitis-kitosan. Saat serangga hinggap pada daun atau tanaman panen, enzim-enzim seperti kitonase dan kitinase disekresikan dari daun. Enzim-enzim ini menyebabkan tanaman dapat menyerap secuil kitin, sekitar satu nanogram banyaknya, dari tubuh, tangan, dan kaki sang serangga, dan menggunakannya sebagai nutrisi bagi dirinya sendiri.

Dengan cara ini, nutrisi yang diserap oleh tanaman dari serangga memberikan kontribusi kepada kehidupan hewan yang memakan tanaman itu.

Namun rantai nutrisi ini diputus oleh bahan kimia pertanian. Tanaman dan sayuran malah menyerap bahan-bahan kimia pertanian yang digunakan untuk mengusir serangga, dan pada akhirnya menimbulkan kerugian besar pada manusia yang menyantap tanaman itu.

Lebih parah lagi, bahan kimia pertanian merenggut kehidupan makhluk hidup di dalam tanah, yang menjadi sumber energi bagi tanaman pertanian. Tanah pertanian yang selalu disemprot dengan bahan kimia tidak memiliki cacing maupun bakteri tanah yang baik. Akhirnya tanaman harus dinutrisi dengan pupuk kimia. Tanaman yang tumbuh di atas tanah ini menjadi kekurangan rasa dan nilai nutrisi.

Apa itu Pestisida?

Pestisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi serangga, hewan pengerat, jamur, gulma dan hama lainnya. Bahan-bahan tersebut antara lain insektisida, herbisida, nematisida, fungisida, moluskisida, rodentisida, zat pengatur tumbuh, dan senyawa lainnya. Senyawa kimia ini digunakan di berbagai sektor seperti pangan, kehutanan, pertanian, dan budidaya perairan.

Meskipun pestisida paling sering dikaitkan dengan penggunaan pertanian, namun sebenarnya kita juga menggunakan pestisida dalam kehidupan sehari-hari. Produk pembersih disinfektan, seperti pemutih, merupakan pestisida karena dapat membunuh organisme seperti bakteri. Produk pengendalian serangga yang digunakan di rumah, seperti pembunuh tawon dan lebah, juga merupakan pestisida karena dapat membunuh serangga. Pestisida menunjukkan toksisitasnya terhadap sistem kehidupan.

Ada lebih dari 1000 pestisida yang digunakan di seluruh dunia untuk memastikan makanan tidak rusak atau hancur oleh hama. Pestisida telah memainkan peran penting dalam produksi pangan dengan melindungi atau meningkatkan hasil panen dan dapat meningkatkan jumlah tanaman yang dapat ditanam di lahan yang sama setiap tahunnya. Hal ini sangat penting di negara-negara yang menghadapi kekurangan pangan.

Banyak pestisida yang lebih tua dan lebih murah (yang sudah tidak dipatenkan), seperti dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT) dan lindane, dapat bertahan bertahun-tahun di tanah dan air. Bahan kimia ini telah dilarang oleh negara-negara yang menandatangani Konvensi Stockholm tahun 2001, sebuah perjanjian internasional yang bertujuan untuk menghilangkan atau membatasi produksi dan penggunaan polutan organik yang persisten. Banyak dari bahan kimia ini telah dilarang digunakan di bidang pertanian di negara-negara maju, namun masih digunakan di banyak negara berkembang.

Perkembangan Penggunaan Pestisida

Pada paruh terakhir abad terakhir, produksi pestisida di seluruh dunia meningkat sekitar 11% per tahun, dari 0,2 juta ton pada tahun 1950an menjadi lebih dari lima juta ton pada tahun 2000. Pada tahun 2020, produksi pestisida global mencapai 3,5 juta ton. Terlebih lagi, diperkirakan hanya 0,1% dari penggunaan pestisida yang mencapai target hama, sehingga sebagian besar bahan kimia (99,9%) tetap berada di lingkungan.

Tidak satu pun pestisida yang saat ini diizinkan untuk digunakan pada makanan dalam perdagangan internasional bersifat genotoksik (merusak DNA, yang dapat menyebabkan mutasi atau kanker). Efek buruk dari pestisida ini hanya terjadi pada tingkat paparan tertentu yang aman. Untuk melindungi konsumen makanan dari dampak buruk pestisida, WHO telah meninjau bukti-bukti dan mengembangkan batas maksimum residu yang diterima secara internasional.

Beberapa zat yang terdapat pada pestisida antara lain:

  • Glifosat, juga dikenal sebagai Roundup, adalah pengganggu endokrin. Penyakit ini dikaitkan dengan kanker, penyakit hati, masalah reproduksi, cacat lahir, masalah plasenta, dan kerusakan DNA pada embrio.
  • Atrazin adalah pengganggu endokrin lain yang diketahui menyebabkan kondisi kesehatan serius, terutama di dalam rahim, yang mengakibatkan berat janin rendah, cacat anggota tubuh, serta komplikasi jantung dan saluran kemih.
  • Klorpirifos dikaitkan dengan efek neurologis dan gangguan perkembangan pada anak-anak, gangguan autoimun, dan masalah pernapasan pada orang dewasa.
  • Heptaklor adalah karsinogen yang berhubungan dengan tumor hati, gangguan pencernaan, dan gejala sistem saraf seperti mudah tersinggung dan pusing.

Pestisida DDT

Pestisida ada yang bersifat biodegradable yang berarti dapat diuraikan oleh mikroba menjadi senyawa yang tidak berbahaya; atau persisten, artinya butuh waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk terurai. Polutan Organik Persisten (POPs) merupakan jenis pestisida yang tahan terhadap degradasi sehingga dapat bertahan lama di lingkungan.

DDT (Dichlorodiphenyltrichloroethane) adalah contoh POP yang sangat beracun. Pada tahun 1900-an, DDT diketahui merupakan insektisida yang efektif sehingga digunakan secara luas oleh para petani. Efek biologis DDT yang berbahaya baru terungkap dua puluh tahun kemudian. Sekarang obat ini dilarang di banyak negara karena dampak negatifnya terhadap kesehatan. Sayangnya, produk ini masih dijual bebas di Indonesia.

Bagaimana Pestisida Masuk ke dalam Tubuh Kita?

Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh selama proses pencampuran, pengaplikasian, atau pembersihan. Secara umum ada tiga cara bahan kimia dapat masuk ke dalam tubuh:

  • Melalui kulit (dermal), merupakan jalur paparan pestisida yang paling umum. Penyerapan terus berlanjut selama pestisida masih bersentuhan dengan kulit. Seseorang dapat terkena percikan atau kabut saat mencampur, memuat atau menggunakan pestisida. Kontak dengan kulit juga dapat terjadi ketika menyentuh peralatan, pakaian pelindung, atau permukaan yang terdapat residu pestisida.Pestisida juga bisa diserap melalui mata dan menyebabkan luka pada mata itu sendiri.
  • Melalui paru-paru (inhalasi), Penghirupan dapat terjadi ketika bekerja di dekat serbuk, tetesan udara (kabut) atau uap. Bahaya dari aplikasi tekanan rendah cukup rendah karena sebagian besar tetesan terlalu besar untuk tetap berada di udara. Penggunaan pestisida dengan tekanan tinggi, volume sangat rendah, atau peralatan pengasapan dapat meningkatkan bahaya karena tetesannya lebih kecil dan dapat terbawa di udara dalam jarak yang cukup jauh. Pestisida dengan bahaya terhirup yang tinggi akan diberi label dengan petunjuk penggunaan alat bantu pernapasan. Pestisida dapat diserap dengan mudah melalui jaringan paru-paru.
  • Melalui mulut (konsumsi), Meskipun konsumsi (melalui mulut) adalah cara yang jarang terjadi, hal ini dapat menyebabkan keracunan yang paling parah. Ada banyak laporan mengenai orang yang secara tidak sengaja meminum pestisida yang dimasukkan ke dalam botol, cangkir atau wadah minuman yang tidak berlabel (termasuk kaleng atau botol minuman ringan). Pekerja yang menangani pestisida juga mungkin secara tidak sengaja menelan zat tersebut saat makan atau merokok jika mereka tidak mencuci tangan terlebih dahulu
  • Dermal (penyerapan melalui kulit atau mata)

(Dari: Kementerian Pertanian British Columbia, 2022. “Toksisitas dan Bahaya Pestisida”)

Karena jenis pestisida sangat banyak, toksisitasnya bisa sangat bervariasi. Kemungkinan terjadinya penyakit akibat paparan pestisida bergantung pada sejumlah faktor, termasuk:

  • Jenis pestisida (beberapa pestisida lebih berbahaya dibandingkan yang lain)
  • Jumlah paparan pestisida terpapar (berapa banyak)
  • Konsentrasi/kekuatan (seberapa kuat/dosis)
  • Lama paparan atau durasi (berapa lama/waktu)
  • “Jalur masuk” ke dalam tubuh (kulit, tertelan, atau terhirup)
  • Pembawa atau bahan kimia lain dalam produk pestisida.

Bisakah Seseorang Menjadi Alergi terhadap Pestisida?

Dalam beberapa kasus, ya. Ada dua jenis sensitisasi alergi: kulit dan pernafasan. Gejala sensitisasi kulit mungkin termasuk pembengkakan, kemerahan, gatal, nyeri, dan melepuh. Gejala sensitisasi pernapasan mungkin termasuk mengi, kesulitan bernapas, dada sesak, batuk, dan sesak napas. Dalam beberapa kasus, sensitisasi pernafasan dapat menyebabkan serangan asma yang parah.

Ketika alergi berkembang, reaksinya bisa menjadi lebih buruk setiap kali terpapar. Pada akhirnya, bahkan paparan singkat terhadap pestisida dengan konsentrasi rendah dapat menyebabkan reaksi yang sangat parah. Meskipun jarang terjadi, penting untuk menyadari bahwa pestisida dapat menyebabkan reaksi alergi yang mengancam jiwa pada beberapa orang.

Sumber Paparan Lainnya.

Paparan juga dapat terjadi di bidang kehutanan seperti perlakuan terhadap kayu dengan bahan pengawet, perlakuan pada lambung kapal dengan bahan anti-fouling, dan perlakuan terhadap ternak dengan sediaan anti-parasit. Di kota-kota besar dan kecil, kita terpapar pestisida melalui penyemprotan fasilitas, seperti taman, trotoar, dan taman bermain.

Mereka yang Lebih Rentan terhadap Paparan Pestisida

Anak-anak bukan sekadar “orang dewasa kecil”. Anak-anak lebih rentan terhadap paparan pestisida karena organ, sistem saraf, dan sistem kekebalan tubuh mereka masih dalam tahap berkembang. Anak-anak juga kurang mampu melakukan detoksifikasi dan mengeluarkan pestisida. Paparan pada periode awal perkembangan tertentu dapat menyebabkan kerusakan permanen.

Selain lebih rentan terhadap toksisitas pestisida, perilaku dan fisiologi anak-anak membuat mereka lebih mungkin menerima paparan pestisida dibandingkan orang dewasa. Sebagian besar paparan pestisida terjadi melalui kulit dan anak-anak memiliki permukaan kulit yang lebih luas dibandingkan orang dewasa. Anak-anak memiliki laju pernapasan yang lebih tinggi sehingga menghirup pestisida di udara lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Anak-anak juga mengonsumsi lebih banyak makanan dan air – serta residu pestisida – dibandingkan orang dewasa. Dengan meningkatnya kontak dengan lantai, halaman rumput, dan taman bermain, perilaku anak-anak juga meningkatkan paparan mereka terhadap pestisida.

Pekerja pertanian dan pengguna pestisida juga lebih rentan karena mereka menerima paparan yang lebih besar.

Efek Bahaya Toksisitas Akut

Pestisida berpotensi menjadi racun bagi manusia dan dapat menimbulkan dampak kesehatan yang akut dan kronis, tergantung pada kuantitas dan cara seseorang terpapar. Orang yang menghadapi risiko kesehatan terbesar akibat paparan pestisida adalah mereka yang melakukan kontak dengan pestisida di tempat kerja, di rumah, atau di kebun.

Pestisida bisa sangat beracun. Artinya, bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan efek berbahaya atau mematikan setelah satu kali tertelan, terhirup, atau terkena kulit. Gejalanya terlihat segera setelah terpapar atau dapat timbul dalam waktu 48 jam. Seperti:

  • Iritasi saluran pernapasan, sakit tenggorokan dan/atau batuk
  • Sensitisasi alergi
  • Iritasi mata
  • Iritasi kulit seperti rasa terbakar, perih, gatal, serta ruam dan lecet
  • Mual, muntah, diare
  • Sakit kepala, kehilangan kesadaran
  • Kelemahan ekstrim, kejang dan/atau kematian

Efek Bahaya Toksisitas Kronis (jangka panjang)

Pestisida dapat menimbulkan efek berbahaya dalam jangka waktu lama, biasanya setelah paparan berulang atau terus menerus dalam jumlah kecil. Dosis rendah tidak selalu menimbulkan efek langsung, namun seiring berjalannya waktu, dapat menyebabkan penyakit yang sangat serius. Beberapa dampak kesehatan kronis seperti :

  • Kanker termasuk leukemia dan limfoma non-Hodgkin, kanker otak, payudara, prostat, testis dan ovarium
  • Kerusakan otak dan sistem saraf, cacat lahir
  • Kerusakan pada hati, ginjal, paru-paru dan organ tubuh lainnya
  • Paparan pestisida dalam jangka panjang juga dikaitkan dengan perkembangan penyakit Parkinson, depresi dan kecemasan, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD)
  • Kerusakan reproduksi akibat pestisida meliputi cacat lahir, lahir mati, aborsi spontan, kemandulan dan infertilitas.
  • Imunotoksisitas, toksisitas neurologis dan perkembangan, serta gangguan pada sistem endokrin.

Pestisida Bersifat “Mengganggu Endokrin”

Pengganggu endokrin adalah bahan kimia yang – seringkali dalam dosis yang sangat rendah – mengganggu fungsi penting tubuh dengan meniru atau memblokir hormon (pembawa pesan kimia yang bersirkulasi dalam darah dan mengatur banyak proses tubuh termasuk metabolisme, perkembangan otak, siklus tidur dan respons stres). Efek endokrin dapat diaktifkan dengan konsentrasi bahan kimia yang sangat rendah. Mereka dapat bermanifestasi sebagai:

  • Penurunan kualitas air mani yang mengakibatkan penurunan kesuburan, malformasi genital, kanker testis dan prostat
  • Pubertas dini, munculnya kista di ovarium, kelainan rahim, kanker payudara, komplikasi kehamilan dengan aborsi dini, penurunan kesuburan
  • Diabetes dan obesitas
  • Gangguan saraf, terutama gangguan pada perkembangan otak, dan penyakit degeneratif pada otak, seperti penyakit Parkinson
  • Hipotiroidisme dan tumor tiroid.

Pestisida Bersifat “Karsinogenik”

Suatu zat dianggap karsinogenik bila terdapat bukti dapat menyebabkan kanker. Ada berbagai jenis kanker, namun semuanya dapat ditandai dengan berkembangnya sel-sel abnormal yang mulai membelah tanpa kendali dan menyebar ke jaringan sekitarnya. Paparan tunggal jarang menyebabkan kanker namun kontak berulang (baik melalui konsumsi atau mata, kulit atau paru-paru) dengan zat karsinogenik, bahkan pada dosis yang sangat rendah, dapat menyebabkan kanker.

Dampak Pestisida terhadap Satwa

Paparan pestisida juga dapat mengubah perilaku suatu organisme, sehingga berdampak pada kemampuannya untuk bertahan hidup. Pada burung, misalnya, paparan pestisida tertentu dapat menghambat kemampuan berkicau, sehingga sulit menarik pasangan dan berkembang biak. Pestisida juga dapat mempengaruhi kemampuan burung dalam merawat keturunannya, sehingga menyebabkan kematian anak-anaknya. Efek subletal pada lebah, bahkan pada tingkat “mendekati jumlah yang sangat kecil” berdampak pada mobilitas, perilaku makan, dan kemampuan navigasi.

Banyak kelainan bentuk yang ditemukan setelah terpapar pestisida yang meniru hormon dan diklasifikasikan sebagai pengganggu endokrin. Dampak dari bahan kimia ini termasuk kelainan hermafrodit pada katak, beruang kutub pseudo-hermafrodit dengan tunggul seperti penis, macan kumbang dengan testis yang berhenti berkembang, dan ikan interseks di sungai di seluruh AS. Kelainan reproduksi telah diamati pada mamalia, burung, reptil, ikan, dan ikan. moluska pada tingkat paparan yang dianggap “aman” oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA).

Dampak Ekonomi Pestisida terhadap Satwa Liar.

Pestisida membuat hilangnya keanekaragaman hayati, seperti hewan penyerbuk, predator, serangga, dan bakteri pengurai. Ini akan merusak rantai hubungan ekosistem. Kerusakan ekosistem akan membuat ketergantungan terhadap pestisida sintetis semakin besar sebab alam sudah kehilangan pengendali hama alami dan matinya biota tanah. Pada akhirnya biaya yang harus dikeluarkan menjadi ratusan kali lebih mahal. Selain itu untuk memulihkan kondisi alam yang rusak membutuhkan ratusan tahun dan juga biaya yang besar.

Sistem Organik Justru Melindungi Satwa Liar

Dua cara untuk memerangi dampak negatif pestisida terhadap satwa liar adalah: menerapkan praktik organik pada halaman dan kebun sendiri, dan mendukung pertanian organik dibandingkan pertanian konvensional yang bergantung pada penggunaan pestisida. Gerakan reformasi pestisida, yang mengacu pada dampak pestisida akibat pertanian kimia – mulai dari kontaminasi air tanah dan limpasan hingga pengapuran – memandang organik sebagai solusi terhadap ancaman lingkungan yang serius ini.

Pertanian konvensional yang mengandalkan metode “pilih dan pilih” dalam hal penggunaan pestisida – hanya mengatasi gejala pengelolaan lahan yang buruk, bukannya mengakui permasalahan yang lebih dalam dan berupaya memahami pertanian sebagai suatu keseluruhan sistem, termasuk dampaknya terhadap satwa liar. Mengadopsi pendekatan sistem menyeluruh, dimulai dengan metode pengelolaan yang “memberikan nutrisi pada tanah,” dan dengan demikian, mempromosikan lahan yang sehat dari awal, akan menghasilkan manfaat sistemis yang paling besar.

Tanah yang sehat dan berketahanan mengurangi kebutuhan akan pestisida; lahan yang bebas pestisida akan memberikan manfaat bagi satwa liar dan mendukung predator alami, yang kemudian dapat melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan di alam – memberikan pengendalian alami. Sistem organik menyelamatkan satwa liar dari dampak berbahaya pestisida, mendorong mereka untuk berkembang biak, dan memulihkan keseimbangan alam yang tidak dapat dicapai dalam sistem pertanian konvensional.

Pertimbangan Klinis

Mengonsumsi sayuran hijau yang tidak mengandung pati dan makanan padat fitonutrien secara beragam membantu proses detoksifikasi pestisida. Penting untuk mengonsumsi sayuran berwarna pelangi setiap hari. Selain sayuran hijau, bit merah, paprika, lobak, wortel, jeruk, ubi, paprika, labu, labu kuning dan bawang putih baik untuk kesehatan, dan bawang putih sebaiknya dikonsumsi secara rutin.

Hubungan Peningkatan Populasi dengan Peningkatan Pestisida

Divisi Populasi Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa pada tahun 2050 akan ada 9,7 miliar orang di bumi – sekitar 30% lebih banyak dibandingkan tahun 2017. Hampir seluruh pertumbuhan populasi ini akan terjadi di negara-negara berkembang.

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) memperkirakan bahwa di negara-negara berkembang, 80% peningkatan produksi pangan yang diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk, diperkirakan berasal dari peningkatan hasil panen dan/atau jumlah produksi pangan. Setiap tahun tanaman dapat ditanam di lahan yang sama. Hanya 20% dari produksi pangan tambahan yang diharapkan dihasilkan dari perluasan lahan pertanian.

Penggunaan pestisida untuk memproduksi pangan, baik untuk pangan penduduk lokal maupun untuk ekspor, harus mematuhi praktik pertanian yang baik tanpa memandang status ekonomi suatu negara. Petani harus membatasi jumlah pestisida yang digunakan seminimal mungkin untuk melindungi tanaman mereka.

Regulasi FAO dan WHO

WHO, bekerja sama dengan FAO, bertanggung jawab untuk menilai risiko pestisida terhadap manusia, baik melalui paparan langsung atau residu dalam makanan, dan untuk merekomendasikan tindakan perlindungan yang memadai.

WHO mempunyai dua aturan sehubungan dengan pestisida:

  • Melarang pestisida yang paling beracun bagi manusia, serta pestisida yang paling lama berada di lingkungan;
  • Menetapkan batas maksimum residu pestisida dalam makanan dan air.

Tidak seorang pun boleh terkena pestisida dalam jumlah yang tidak aman. Orang yang menyebarkan pestisida pada tanaman, di rumah atau di kebun harus dilindungi secara memadai. Orang-orang yang tidak terlibat langsung dalam penyebaran pestisida harus menjauhi area tersebut selama penyebaran berlangsung, dan untuk beberapa waktu setelahnya.

Pangan yang dijual atau disumbangkan (seperti bantuan pangan) juga harus mematuhi peraturan pestisida, khususnya dengan batas maksimum residu. Orang yang menggunakan pestisida saat menanam makanannya sendiri harus mengikuti petunjuk penggunaan dan melindungi diri mereka dengan mengenakan sarung tangan dan masker jika diperlukan.

Apakah Pestisida Bisa Hilang dengan Dicuci?

Aturan pertama adalah selalu cuci buah dan sayuran, meskipun organik. Jumlah orang yang mengonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran langsung dari kemasannya atau dari lemari es, tanpa mencucinya terlebih dahulu di bawah keran ternyata cukup mengejutkan. Mencuci salad dalam kantong juga sangat disarankan, meskipun pada kemasan disebutkan bahwa salad tersebut sudah dicuci sebelumnya. Salad dalam kantong merupakan tempat berkembang biaknya E. coli dan bakteri lainnya sehingga perlu dicuci kembali sebelum dimakan. Sebelum dikemas, salad dicuci dengan berbagai bahan kimia beracun dari produsen, termasuk klorin dan pemutih. Membersihkan residu kimia ini sangat penting.

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) dan Departemen Pertanian AS (USDA) merekomendasikan untuk membersihkan buah dan sayuran di bawah air mengalir atau bersamaan dengan menggosok produk dengan sikat bersih untuk menghilangkan kotoran di permukaan sebelum dikonsumsi atau memasak produk mentah.

Mencuci dibawah air mengalir (disarankan minimal dua puluh detik) akan mengurangi kotoran, kuman, dan residu pestisida yang tersisa pada permukaan buah dan sayuran. Mengupas atau menggosok produk seperti kentang dengan sikat yang kaku dan bersih atau menggosok benda lunak seperti buah persik di bawah air mengalir adalah cara terbaik untuk menghilangkan residu. Namun, residu pestisida menempel lebih baik pada buah yang berkulit lunak atau berlilin. Jika produk buah atau sayur diolah dengan lilin, residu pestisida mungkin terperangkap di bawah lapisan lilin.

Menurut ahli beberapa produk pencuci buah dan sayuran efektif menghilangkan kotoran atau residu, namun belum terbukti lebih efektif daripada air saja. Hal ini karena air saja sudah efektif menghilangkan beberapa residu permukaan. Tidak ada metode pencucian yang 100% efektif menghilangkan seluruh residu pestisida.

Bahkan FDA dan USDA TIDAK menyarankan mencuci produk dengan deterjen atau sabun karena dapat diserap atau tertinggal pada produk. Sabun dan deterjen belum disetujui atau diberi label oleh FDA untuk mencuci makanan dan/atau konsumsi.

Buah dan sayuran memiliki pori-pori. Sabun cuci piring atau pemutih dapat terperangkap atau terserap oleh pori-pori dan membuat buah sulit dibilas setelah digunakan. Penggunaan produk pembersih justru dapat menambah residu pada produknya. Sabun cuci piring dan pemutih tidak dimaksudkan untuk digunakan pada buah atau sayuran dan dapat menyebabkan efek kesehatan jika digunakan pada makanan.

Ada beberapa teknik sederhana untuk membantu menghilangkan kotoran di permukaan serta residu pestisida:

  • Mengupas dan memangkas: Mengupas dan/atau memangkas lapisan luar kulit atau daun pada buah dan sayuran akan membantu mengurangi residu pestisida, beberapa buah tidak disarankan untuk membuang kulitnya karena mengandung kaya nutrisi pada bagian kulit.
  • Pembilasan: Membilas produk dengan air hangat setidaknya selama satu menit atau lebih dapat membantu mengurangi kandungan pestisida pada produk.
  • Perendaman: Merendam produk dalam air hangat adalah salah satu cara termudah dan paling efektif untuk menghilangkan residu pestisida
  • Kombinasi: Menggunakan satu atau lebih teknik di atas akan membantu menghilangkan kotoran dan residu pestisida

Selain mencuci dengan air, terdapat beberapa saran untuk mencuci dengan garam dan cuka. Namun beberapa ahli tidak menyarankan cara tersebut karena adanya risiko kecil terjadinya reaksi kimia antara pestisida dan larutan yang dapat menghasilkan senyawa berbahaya. Cara tersebut antara lain:

  • Rendam dalam air garam menggunakan garam himalaya atau garam laut selama 20 menit. Para peneliti menemukan bahwa larutan air garam 10% efektif untuk menghilangkan residu pestisida umum termasuk DDT. Bilas dengan air setelahnya.
  • Rendam dalam cuka (jenis apa saja) dan air selama 20 menit. Diperlukan 1 bagian cuka untuk 4 bagian air, jadi 10 ml cuka perlu dicampur dengan 40 ml air. Buah berpori seperti buah beri bisa menjadi lembek jika direndam terlalu lama.

Baarokallahu fiikum

Sumber Ilmu:

https://www.ifm.org/news-insights/exposure-pesticides-herbicides-insecticides-human-health-effects

https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fmicb.2022.962619/full

https://www.ccohs.ca/oshanswers/chemicals/pesticides/health_effects.html

https://www.beyondpesticides.org/programs/wildlife

https://www.canr.msu.edu/news/how-to-series-removing-pesticide-residue

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/pesticide-residues-in-food

http://npic.orst.edu/capro/fruitwash.html

3 thoughts on “Pestisida Sangat Berbahaya!”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *